Wednesday, November 19, 2014

Ceritaku Mengejar Tanda Tangan

Assalamualaikum wr.wb. Sebebernya udah minggu lalu mau ngeblog dan cerita ttg aktifitas gw yg "biasa" aja ini. Hehehehe... Berhubung pake Opera Mini malah ga bisa akses blogger.com, jadinya tertunda deh.





Ceritanya, keluarga dari nyokap gw lagi ada urusan tanah di kampung nyokap, sebut saja Kampung Z. Oleh karena Ibu telah tiada, maka pengacara pihak kami butuh "Surat Keterangan Ahli Waris". Dibuatlah draft isi surat tersebut oleh pengacara tsb, saya tinggal "mengejar" TTD Kakak, Adik sebagai "si pembuat keterangan" dan TTD Ketua RT, RW, Lurah, dan Camat. Pikirku saat itu, "Ihhhh... MALES BGT... RIBETTTT".





Draft surat tersebut sampailah ke rumah Om saya yg satu kota dengan saya. Lalu ia mengantarkan langsung ke rumah dan menjelaskan duduk perkaranya, saya diminta bantuan untuk TTD ini itu. Yahhh, oleh karena ini untuk keluarga besar yg ada di Kota Z, mau ga mau saya harus bergerak walaupun ribet. Kalo untuk TTD kakak adik gampang, tetapi kalo untuk para pejabat itu yg ribet.





Pas ke rumah Pak RT (sampai 3x karena ga ada di tempat) dan ke rumah Pak RW (alhamdulillah ada pas sekali kunjungan) masih aman. Lain halnya pas "berkunjung" ke Kantor Lurah dan Kantor Kecamatan, ternyata ada pelajaran yang bisa dipetik. Salah satunya yaitu ketelitian.





Pertama, datang ke Kantor Lurah hanya membawa draft surat keterangan, KTP saya, Kartu Keluarga, fotokopi surat keterangan kematian alm.Ibu. Saat sampe di kantor Lurah, saya langsung menuju ke lantai 2, ruangan beliau langsung. Tidak terlalu lama menunggu beliau pulang upacara di Kantor Kecamatan, saya pun mengutarakan maksud kedatangan untuk apa. Beliau baca dengan seksama dulu ternyata dan juga ingin lihat bukti ini itu di kalimat yg ada di draft tersebut. Awalnya saya fikir, Kartu Keluarga bisa "merangkum" penjelasan anak2 almarhum siapa2 saja.





Secara agak rincinya seperti ini:

1. Ada keterangan: "...Almarhumah Ibu XXXXXX yang bertempat tinggal terakhir di XXXXXXXX...". Saya wajib memperlihatkan Surat Keterangan Kematian.



2. Ada keterangan: "....Bahwa dari perkawinan Almarhumah Ibu XXXX dengan Suaminya yakni XXXXX...". Saya wajib memperlihatkan Surat Nikah orang tua (boleh fotokopi). Fikir saya, apa berarti Kartu Keluarga belum cukup membuktikan bahwa Ibu dan Bapak telah sah menikah ya? Hehehehe.



3. Ada keterangan: "...telah dilahirkan X orang anak yakni XXXX...". Saya wajib memperihatkan KK dan Akta Kelahiran setiap anak (saya, kakak, adik).





Draft yg diajukan ada beberapa rangkap (intinya ada 8 kolom TTD) dengan 4 TTD dari isi surat keterangan yg sama. Sedangkan 4 TTD lain dengan isi surat keterangan berbeda yg intinya disitu tercantum nama-nama Saudara almarhum Ibu saya. Pak Lurah mengatakan hal itu bukan kewenangannya, jadi saya fikir benar juga. Bagaimana bisa Pak Lurah mengecek keluarga lain yg bukan warganya, apalagi di luar kota seperti itu. Oke, Bapak teliti juga. Ternyata tidak semua pengacara itu selalu mengerti detail setiap kata2 yg ia tulis dalam draftnya perlu atau tidak.







Keesokan paginya saya menuju ke kantor Kecamatan. Disini juga saya lebih paham lagi mengenai pentingnya ketelitian.





Sampai sekretariatnya, dibaca teliti lagi dan keberatan untuk dimasukkan ke ruangan Pak Camat. Takut kesalahan katanya. Udah tau salah, masih saja berani disodorkan TTD ke Bos. Istilahnya seperti itu.





Kesalahan-kesalahan yaitu dari judulnya saja sudah salah, bukan "Surat Keterangan" tapi "Surat Pernyataan". Selain itu di dalam draft tersebut tercantum mengenai tanah yang dimaksud, misalnya luas tanah, alamat, dll. Sekarang logikanya, bagaimana bisa Pak Camat dan karyawannya mengecek kebenaran informasi tanah tersebut. Wewenang beliau kan masalah kependudukan. Seharusnya tidak usah dicantumkan mengenai tanah, tetapi cukup siapa2 saja anak almarhumah. Satu lagi salahnya, surat keterangan tidak bisa rangkap 4 (asli semua). Seharusnya asli TTD cukup 1, sisanya legalisir.





Bagus juga ya ketelitiannya sekretariat Pak Camat. Hehehehe.

No comments:

Post a Comment